Nama
yang menjadi judul buku ini merupakan sisa-sisa kenangan masa kecilku.
Entah pada usia berapa, aku ingat pernah diajak menonton bioskop oleh
kedua orangtuaku. Ingatan samar-samarku hanya berisi judul film
itu—Doctor Zhivago, tokoh utama prianya yang berkumis tebal (kelak aku
tahu pemerannya adalah Omar Sharif), dan adegan—entah awal atau akhir
film—seseorang berlari di tengah kemuningnya ladang. Yang paling jelas
kuingat justru theme song film ini, yakni lagu Somewhere My Love.
Setelah aku dewasa, aku baru mengetahui bahwa film Doctor Zhivago
diambil dari sebuah buku yang ditulis Boris Pasternak. Dan kini, lebih
dari 30 tahun setelah nonton film itu, barulah aku memiliki kesempatan
untuk membaca bukunya.
Doctor
Zhivago bersetting di Rusia pada awal abad 20, tepatnya setelah Perang
Dunia I. Kisah dibuka dengan sebuah pemakaman. Saat itu Zhivago kecil
menjadi yatim piatu setelah ibunya meninggal, sementara ayahnya sudah
lebih dulu tiada. Yura—panggilan Zhivago kecil—kemudian diantar oleh
pamannya menuju kediaman orang tua angkatnya: keluarga Gromeko. Kemudian
kisah berpindah ke sudut pandang seorang bocah teman sekolah Yura yang
bernama Misha Gordon. Misha sedang mengingat-ingat kejadian tragis bunuh
dirinya seorang pria di kereta api yang ia tumpangi bersama
keluarganya. Ternyata pria itu adalah seorang pengusaha bernama Zhivago,
yang tak lain dan tak bukan ayah si Yura kecil.
Dari
kedua intro itu, kita bisa mulai mengenal gaya bertutur Boris
Pasternak. Ia bercerita dari sudut pandang banyak orang, kadang berupa
dialog panjang, kadang narasi. Di tiap bab kita akan dihadapkan pada
berbagai pertanyaan. Seolah-olah ada begitu banyak kepingan-kepingan
puzzle yang tak beraturan dan tak berhubungan. Dan semuanya itu ia jalin
sedemikian rupa hingga pelan-pelan terjawablah semua pertanyaan dan
terbangunlah sebuah kisah yang menawan.
Kembali
ke kisah awal, selain Yura dan Misha, kita pun diperkenalkan pada
beberapa tokoh penting lainnya. Ada Tonia (putri keluarga Gromeko) yang
kelak menikah dengan Yura—menjadi Yurii Zhivago setelah dewasa. Lalu
Lara (Larisa Feodorovna—nama yang cantik bukan?) gadis cantik yang
terlalu cepat dewasa dan terlibat affair dengan pengacara keluarga dan
pacar ibunya: Komarovsky. Ada juga Pasha, pemuda yang juga tinggal di
rumah keluarga di mana Lara tinggal. Lara akhirnya menikahi Pasha dalam
kekalutannya akibat hubungannya dengan Komarovsky.
Awalnya
kisah mereka tampak tak berhubungan, baru di bab 2 lah Pasternak
“mempertemukan” mereka semua dalam sebuah insiden. Setelah itu pecahlah
revolusi di Petersburg—yang menurunkan Tsar—dan dimulailah perubahan
besar-besaran bagi rakyat Rusia, yang diwakili oleh tokoh-tokoh kita.
Melalui mereka semua, kita bisa melihat bagaimana rakyat yang tak
bersalah mau tak mau terseret dalam arus perubahan yang dibawa
kelompok-kelompok radikal. Bukan saja menjadi miskin secara fisik, namun
perang juga memporak-porandakan keluarga.
Pasha
bergabung dengan militer karena kecewa dengan perkawinannya. Yurii
telah menjadi dokter dan bertugas di Medical Unit. Saat istrinya tengah
melahirkan di rumah sakit, Yurii terkena ledakan. Dan ketika siuman, ia
dipertemukan dengan Lara yang bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit di
mana Yurii dirawat. Di titik ini cinta pun tumbuh. Yurii yang sudah
sejak kecil memuja Lara meski tetap setia pada Tonia, dan Lara yang
mendengar isu bahwa Pasha telah tewas dan baru menyadari bahwa ia tak
sepenuhnya mencintai Pasha.
Dari
curahan hati Yurii kepada Lara sebelum mereka berpisah, kita dapat
memahami apa yang dialami manusia saat perang, yaitu bahwa mereka mau
tak mau telah berubah (atau dipaksa berubah oleh perang). Yurii kembali
ke Moskow karena tak tahan dengan revolusi, mencoba untuk menemukan
kembali hidupnya yang lama bersama Tonia dan putranya: Sasha. Ternyata
saat itulah Sovyet akhirnya menguasai Rusia, dan di musim dingin yang
tak bersahabat, bencana kemiskinan menghadang. Keluarga Zhivago pun
memutuskan untuk pindah ke sebuah kota kecil Varykino.
Akankah
Yurii, sang doctor Zhivago mampu menyelamatkan keluarganya? Dapatkah
ia--yang telah berubah dalam pribadi dan pemikiran--menjalani kembali
hidup yang sama seperti sebelum perang? Bagaimana dengan cintanya yang
terbagi antara Tonia dan Lara? Mengapa sebenarnya Yurii mencintai Lara?
Dan bagaimana dengan nasib Lara sendiri? Dengan amat perlahan Boris
Pastermak akan membawa anda menemukan jawaban-jawabannya, sampai pada
akhir kisah ini, yang boleh dibilang tragis namun indah.
Lewat
Doctor Zhivago, Pasternak hendak menyoroti efek-efek negatif perubahan
yang sedang terjadi di negara Rusia. Seperti kita ketahui, begitu Perang
Dunia I usai, kaum proletarian menggulingkan rezim Tsar. Pemerintahan
monarki pun tumbang, namun dalam gejolak saat itu—saat di mana belum
jelas siapa yang akan berkuasa—seluruh rakyat Rusia turut menderita
dalam jungkir baliknya kondisi negara.
“All
customs and traditions, all our way of life, everything to do with home
and order, has crumbled into dust in the general upheaval and
reorganization of society. The whole human way of life has been
destroyed and ruined.” ~hlm. 421 (Lara)
“The war is to blame for everything, for all the misfortunes that followed and that hound our generation to this day.” ~hlm. 422 (Lara).
Doctor
Zhivago adalah kisah tentang percintaan dan tragedi yang dihadapi
manusia. Namun jangan membayangkan nuansa gelap selalu menaungi kisah
ini, karena dengan lihainya Pasternak menghujani kita dengan
metafora-metafora indah di sepanjang buku ini. Metafora itu membuat
hal-hal nan sederhana menjadi terasa begitu indah. Aku kutip beberapa
agar anda bisa merasakan sedikit keindahan yang membuatku jatuh cinta
pada buku ini!
“It
was a clear, frosty autumn night. Thin sheets of ice crumbled under his
steps. The sky, shining with stars, threw a pale blue flicker like the
flame of burning alcohol over the black earth with its clumps of frozen
mud.” ~hlm. 113.
“In
the foreshortened view from the bunk it looked as if the train were
actually gliding on the water. Only here and there was its smoothness
broken by streaks of a metallic blue, but over all the rest of its
surface the hot morning sun was chasing glassy patches of light as
smooth and oily as melted butter that a cook brushes with a feather on a
pie crust.” ~hlm. 246.
Bisakah
anda membayangkan pemandangan yang melahirkan untaian kalimat seindah
itu? Itulah sebabnya diperlukan waktu yang lama dan suasana yang
mendukung untuk membaca buku ini. Bila anda membacanya tergesa-gesa dan
hanya mengambil inti cerita saja, anda akan melewatkan banyak
keindahan—yang menjadi kekuatan utama buku ini.
Empat bintang untuk Doctor Zhivago, kuhadiahkan kepada Boris Pasternak yang—andai beliau masih hidup—tengah berulang tahun ke 122 tahun tepat pada hari ini, 10 Februari 2012!
Pada
akhirnya, perang dan revolusi itu selalu menghasilkan penderitaan,
namun toh keduanya diperlukan demi membangun sesuatu yang lebih baik di
masa depan: kebebasan. Seperti yang dikatakan Boris Pasternak dalam epilog:
“Although victory had not brought the relief and
freedom that were expected at the end of the war, nevertheless the
portents of freedom filled the air throughout the postwar period, and
they alone defined its historical significance.” ~hlm. 544.
versi film th. 1965 dengan Omar Sharif sebagai Dr. Zhivago & Julie Christie sebagai Lara
Judul: Doctor Zhivago
Penulis: Boris Pasternak
Penerbit: Pantheon Books, Inc.
e-book source: The New American Library
Terbit: unknown
e-pages: 615 hlm